1. Pendahuluan
Load cell adalah alat yang
mengeluarkan signal listrik proporsional dengan gaya / beban yang diterimanya.
Load cell banyak digunakan pada timbangan elektronik. Pembahasan disini
meliputi :
- Teori sirkuit DC
- Teori kelistrikan Load cell
- Ketentuan / aturan dasar Load cell
- Troubleshooting
- Konstruksi Load cell
- Tipe-tipe Load cell
- Pemilihan Load cell
2. Teori
Sirkuit DCElectron
Elektron adalah
partikel bermuatan negatif yang merupakan bagian dari
semua atom. Elektron membentuk orbit di
sekitar atom. elektron
berad di orbit paling dekat ke
pusat atom, atau inti, berada didalam
struktur atom lebih erat daripada elektron yang
ada di orbit terluar. Konduktor seperti emas,
tembaga dan perak memiliki satu elektron di orbit luar mereka,
yang juga disebut shell valensi. Elektron
valensi ini dapat dengan mudah keluar dari atom mereka
dan bergerak secara acak ke atom lain. Elektron
ini disebut elektron bebas. Elektron
bebas jika bertemu elektron
valensi lainnya,akan menimbulkan lebih banyak elektron
bebas.
Konduktor memiliki
elektron bebas yang lebih banyak, bergerak secara acak dari
atom ke atom. Isolator adalah kebalikan
dari konduktor. Mereka mengandung banyak
elektron shell valensi yang erat untuk atom-atom
mereka. Insulator memiliki elektron bebas sedikit
dan sangat sedikit konduktor listrik
·
Tegangan
dan Arus
Arus
listrik adalah aliran teratur elektron. Arus satu
ampere adalah ketika aliran elektron melewati suatu
titik tertentupada tingkat 6,24 x 1018 (6,240,000,000,000,000,000) elektron per
detik. Angka 6,24 x 1018 disebut
juga coulomb. Jadi bisa kita katakn satu
ampere (Amp) adalah sama dengan satu
coulomb yang melewati titik tertentu
dalam satu detik. Simbol yang
digunakan dalam elektronik u adalah A.
Untuk memindahkan elektron
dalam konduktor sehingga menghasilkan aliran arus,
force/gaya harus diberikan pada konduktor. Pada
sirkuit listrik
gaya
ini adalah perbedaan potensial listrik antara dua
titik dan disebut tegangan.Jadi, arus adalah
aliran aktual elektron dan tegangan adalah gaya
yang menyebabkan elektron mengalir.Simbol yang digunakan
dalam elektronik untuk
arus adalah I, dan simbol
untuk tegangan E.
Hambatan / Resistansi
Aliran
arus melalui konduktor mendapatkan perlawaanan/hambatan dari konduktor.
Perlawanan/hambatan ini disebut resistansi. Simbol yang
digunakan untuk menunjukkan resistansi adalah R. Satuan
ukuran untuk resistansi/hambatan/tahanan disebut ohm.
Simbol yang
digunakan adalah ohm (Ω).
Sirkuit Arus Lemah (DC)
Seorang fisikawan Jerman
bernama GS Ohm mengembangkan
hubungan Definite antara
tegangan, arus dan resistansi dalam sirkuit
tertutup. Sirkuit terdiri dari
sebuah sumber tegangan dan
rangkaian lengkap untuk aliran
arus. Rangkaian harus mulai
dari satu sisi sumber
tegangan dan berakhir pada sisi
lain. Rangkaian ini menghasilkan
beda potensial
antara sisisatu dan sisi lain karena
salah satu sisi sumber memiliki
potensial positif dan yang
lainnya memiliki potensial negatif. Mr Ohm menyatakan, "Keadaan
ini berbanding lurus dengan tegangan
dan berbanding terbalik
dengan resistensi ".
Hubungan ini dikenal
sebagai Hukum Ohm.
Secara Rumus Hukum Ohm adalah:
Arus(dalam
ampere) = Tegangan(dalam volt)
Hambatan(dalam ohm)
Jika menggunakan symbol untuk arus, tegangan dan
hambatan, hubungan ini bisa dinyatakan I = E/R bisa juga
dinyatakan dalam E = IR atau tegangan adalah arus dikali
hambatan.
Berikut adalah contoh rangkaian arus searah (DC) :
Perhatikan, disini
ada baterai sebagai sumber tegangan, konduktor dan hambatan terhadap arus
(resistan). Ini adalah rangkaian tertutup agar arus bisa mengalir.
Resistan adalah beban atau apa yang menjadi perlawanan
untuk arus listrik. Resistan bisa berupa bola lampu, elemen pemanas atau
tipikal beban resistif yang lain semisal Load cell.
Mari kita cermati. Pada hukum Ohm I = E/R;
Jika kita naikkan tegangan baterai, maka arus juga akan meningkat karena secara
langsung tegangan dan arus adalah proporsional. Demikian juga apabila kita
menaikkan nilai resistan, maka arus juga akan mengalami peningkatan karena
secara tidak langsung arus dan hambatan adalah proporsional.
Rangkaian Resistif Seri
Rangkaian seri terdiri atas sebuah sumber daya / baterai, satu atau lebih
tahanan dan arus yang mengalir hanya satu arah.
Seperti terlihat pada rangkaian, sumber daya yang
digunakan adalah 10V. Dengan dua resistan dan arus yang mengalir hanya
satu path. Dapat dikatakan dalam rangkaian seri, arus yang
mengalir adalah konstan/tetap. Arus yang kita ukur dimanapun didalam rangkaian
adalah sama.
Pada rangkaian ini, total resistan (Rt) adalah jumlah
dari semua resistan yang dipakai (RT = R1+R2….). Semua berjumlah 400Ω. Menggunakan Hukum Ohm, total arus
yang mengalir dalam rangkaian adalah IT = ET:RT, IT = 10V:400Ω = 0.25 amper atau 25 miliampere(mA).Karena arus total
sudah kita ketahui, maka arus yang mengalir pada R1 dan R2 (IR1,IR2). Arus yang mengalir dalam rangkaian
adalah tetap sehingga IT = IR1 = IR2. Jumlah tegangan drop pada rangkaian
sama dengan tegangan sumber yang dipakai. Berapa tegangan drop pada R1? Menggunakan Hukum Ohm, tegangan drop pada R1 (ER1) sama dengan arus yang mengalir di R1 (IR1) dikali resistan R1.
Pada rumus kita ketahui
ER1 = IR1 X R1
ER1 = 0.025A (100Ω) = 2.5 volts
ER2 = 0.025A (300Ω) = 7.5 volts
ET = ER1 + ER2
ET = 2.5V + 7.5V = 10V
Kita lihat pada
contoh lain.
Barapakah
ER1, ER2, ER3 ?
Pertama kita
perlu menghitung arus total yang mengalir dalam rangkaian dengan Hukum
Ohm, yang juga sama dengan arus yang mengalir pada setiap resistan:
IT = ET/RT
IT = 120V/6000Ω
IT = 20 mA
Telah diketahui
juga bahwa RT = R1 + R2 + R3
Untuk mencari R3, bisa kita katakan R3 = RT – R1 – R2
R3 = 6KΩ - 2KΩ - 1KΩ
R3 = 3KΩ
Gunakan Hukum
Ohm untuk mencari ER1, ER2, ER3…
ER1 = IR1 x R1
= 0.020A x
2000Ω
= 40V
ER2 = IR2 x R2
= 0.020A x
1000Ω
= 20V
ER3 = IR3 x R3
= 0.020A x
3000Ω
= 60V
4
Rangkaian
Resistor Paralel
Rangkaian
parallel terdiri atas satu sumber daya, lebih dari satu cabang aliran arus.
Teganga sumber pada rangkaian parallel sama di setiap cabang. Oleh sebab
itu dapat dikatakan tegangan pada rangkaian parallel adalah konstan / tetap.
Total arus pada rangkaian adalah penjumlahan arus disetiap cabang rangkaian.
Resistan total pada rangkaian parallel dihitung dengan mencari invert (1/x)
dari invert setiap R.
Terlihat pada
rumus sebagai berikut:
RT = 1
1/R1 + 1/R2...
Untuk rangkaian
kita:
RT =
1
1/100 + 1/200
RT = 1
0.015
RT = 66.67Ω
Perhatikan bahwa total resistan lebih kecil dari pada nilai resistan
terkecil. Untuk dua resistor parallel jumlah resistansinya dapat dihitung
dengan rumus yang biasa disebut “Product Over the Sum.”
Terlihat
sebagai berikut:
RT = (R1)(R2)
R1 + R2
RT = (100)(200)
100 + 200
RT = 20000
300
RT = 66.67Ω
Jika resistan parallel bernilai sama, nilai total resistan adalah nilai
resistan dibagi jumlah resistan. Contohnya, jika ada 5, 100 ohm resistor
parallel, total resistan nya adalah 100Ω/5 atau 20Ω.
Dengan Hukum Ohm, kita dapat menghitung arus total pada contoh rangkaian
diatas.
IT = ET
RT
IT = 10V
66.67Ω
IT = 150 mA
Gunakan Hukum
Ohm untuk mencari IR1 and IR2.
I R1 = E R1
R 1
= 10V
100Ω
= 100 mA
I R2 = E R2
R 2
= 10
200Ω
= 50 mA
Dengan menjumlahkan I R1 dan I R2 kita dapatkan total arus dalam rangkaian adalah 150
mA Sama seperti kita hitung memakai Hukum Ohm.
Rangkaian
Seri-Paralel
Rangkaian seri-paralel setidaknya memiliki dua cabang paralel sebagai
tambahan dari minimum satu resistor yang dilewati arus total.
Resistor yang dilalui arus total dinamakan resistor seri.
Berikut adalah
contoh rangkaian seri-paralel.
Berapakah R T, I T, E R1, E R2, ER3 ?
Untuk mencari
resistan total, carilah resistan equivalen terhadap R 2 dan R 3 yang di parallel
Req = 1
1/R2 + 1/R3
=
1
1/100 + 1/150
=
60Ω
Untuk
mengetahui RT, tambahkan resistan seri. RT = R1 + Req
R T = 50Ω + 60Ω
R T = 110Ω
Untuk
menghitung arus total dalam rangkaian, gunakan Hukum Ohm
I T = E T
R T
I T = 10V
110Ω
I T = 0.091A or 91mA
Karena arus
total pada rangkaian melewati R1, bisa dikatakan IT =IR1. Dengan Hukum Ohm kita
bisa hitung tegangan drop pada R1.
ER1` = I R1 x R 1
ER1 = 0.091A x (50Ω)
ER1 = 4.55 volts
Karena terjadi drop pada R 1 sebesar 4.55 Volt, sehingga tersisa 10V - 4.45V atau 5.45 volt yang
mengalir melalui R2 dan R3. Dengan Hukum Ohm bisa diketahui arus yang mengalir
melalui R2 dan R3 Arus total pada rangkaian akan terbagi dengan
proporsional melalui R2 dan R3. Dengan kata lain total arus adalah jumlah dari tiap
cabang arus IR2 and I R3.
IR2 = ER2
R2
=
5.45V
100Ω
= 0.0545A atau
54.5 mA
IR3 = ER3
R3
=
5.45V
150Ω
= 0.0363A atau
36.3 mA
IT = IR2 + IR3
IT = 54.5 mA + 36.3 mA
= 90.8 mA
Dengan pembulatan dari 90.8mA, menjadi 91mA seperti pada perhitungan
sebelumnya.
Perhatikan bahwa rangkaian seri-paralel harus memiliki minimum satu
komponen yang akan dilewati oleh arus total rangkaian.
Rangkaian berikut sering ditafsirkan sebagai rangkaian seri-paralel,
padahal bukan.
Melihat definisi rangkaian seri-paralel, dapat diketahui total arus
rangkaian tidak melalui komponen manapun sebelum cabang . Rangkaian tersebut
adalah murni rangkaian parallel.
Untuk mengetahui arus yang mengalir melalui R1 + R2 kita perlu
menambahkannya dengan resistan total dari setiap cabang 6KΩ.
Dengan Hukum Ohm, diketahui arus yang mengalir pada cabang R1 + R2.
IR1+R2=
E R1+R2
R1+R2
=
6V
6,000Ω
=
1 mA
Untuk mengetahui arus yang melewati R3 + R4 tambahkan resistannya sehingga
total 12KΩ. Gunakan Hukum Ohm untuk menghitung arus total:
I R3 +R4 =
E R3 + R4
R3 +
R4
=
6V
12,000Ω
=
0.5 mA or 500 μA
Arus total rangkaian adalah jumlah arus pada tiap cabang atau IT = IR3 + R4 + IR1 + R2 atau 1 mA + 0.5 mA = 1.5 mA.
Untuk menghitung resistan total, gunakan Hukum Ohm
RT =
E T
I T
=
6V
0.0015A
=
4,000Ω or 4KΩ
Bisa juga kita hitung resistan total menggunakan rumus “reciprocal of the
sum of the reciprocals” atau rumus “product
over the sum”. Kita ketahui resistan cabang R1 + R2 adalah 6.0KΩ dan
resistan cabang R2 + R4 sebesar 12KΩ.
Dengan Hukum Ohm kita bisa ketahui tegangan drop di tiap resistan. Misalnya
pada R1. Kita ketahui arus yang melalui R1sama dengan arus yang melalui R2 dan
cabang rangkaian terdiri atas R1 + R2, karena resistan tersambung seri satu dan
lainnya. untuk menghitung ER1 (tegangan drop di R1) pakailah Hukum Ohm, kalikan
resistan R1 dengan arus yang melalui R1 (IR1).
ER1 = R 1 x I R1
= 1,500Ω x
(0.001A)
= 1.5V
Hukum Ohm dapat dipakai juga untuk mencari tegangan drop pada setiap bagian
dari rangkaian
Rangkaian tersebut adalah dasar dari Jembatan Wheatstone (Wheatstone
bridge) yang juga dipakai dalam rangkaian inti dari Load Cell.
3. Ukuran Penghantar (konduktor)
Penghantar atau kawat memiliki
hambatan bergantung pada diameternya. Semakin besar diameternya, semakin kecil
hambatannya. Jika kita menarik kawat, diameter atau cross media nya
berkurang sehingga hambatannya meningkat. Demikian juga sebaliknya. Jika di
press atau ditekan, diameternya membesar sehingga hambatannya berkurang. Upaya
menarik dan menekan ini memerlukan gaya, sehingga kawat bisa digunakan untuk
pengukuran gaya tersebut. Konfigurasi tarik ulur kawat ini dikenal
sebagai strain gauge.
4. Strain Gauge
Starin Gauge tersusun dari kawat
yang sangat halus, yang dianyam secara berulang menyerupai kotak dan ditempelkan
pada plastic atau kertas sebagai medianya. Kawat yang dipakai dari jenis
tembaga lapis nikel berdiameter sekitar seper seribu (0.001) inchi. Kawat itu
disusun bolak-balik untuk meng-efektifkan panjang kawat sebagai raksi terhadap
tekanan/gaya yang mengenainya. Pada ujungnya dipasang terminal. Strain Gauge
bisa dibuat sangat kecil, sampai ukuran 1/64 inchi. Untuk membuat Load Cell,
Strain Gauge dilekatkan pada logam yang kuat sebagai bagian dari penerima beban
(load receptor). Strain Gauge ini disusun sedemikian rupa
membentuk Jembatan Wheatstone.
5. Jembatan Wheatstone (Wheatstone
Bridge)
Rangkaian resistif yang dipakai
untuk membuat Load Cell adalah Jembatan Wheatstone.
Catatan: Nilai semua resistor adalah
sama. A adalah symbol untuk Ampere Meter
Ketika tegangan sumber tersambung ke
rangkaian, arus yang mengalir pada cabang R1/R3 sama dengan arus yang mengalir
pada R2/R4. Hal ini terjadi karena nilai semua resistor sama. Arus yang terukur
pada Ampermeter adalah 0 karena tidak ada beda potensial pada titik 1 dan 2.
Ubahlah nilai resistor R1 dan R4
menjadi 350.5 ohm dan kurangi nilai resistor R2 dan R3 menjadi 349.5 ohm.
Seperti terlihat pada gambar,
rangkaian menjadi tidak seimbang (Unbalanced). Arus yang melalui
rangkaian terbagi 3 bagian.
- Bag.1: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R2 dan R4 kembali ke terminal positif baterai.
- Bag.2: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R1 dan R3 kembali ke terminal positif baterai.
- Bag.3: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R2, Ampere Meter, R3 dan kembali ke terminal positif baterai.
Perhatikan, ada arus yang mengalir
melalui Ampere meter. Arus yang mengalir terjadi karena ada beda potensial
antara titik 1 dan 2. Semakin besar beda potensial di titik tersebut, makin
besar pula arus yang terukur di Ampere Meter.
6. Load Cell
Dari teori diatas, kita bisa
menyusun load cell dengan metode Strain Gauge dan Jembatan Wheatstone. Dengan
menggunakan sebuah kolom baja persegi, kita lekatkan Strain Gauge pada keempat
sisinya. Panjang kolom akan berkurang ketika di sisi atas kolom diberikan
beban. Kolom baja juga menjadi “gendut” atau gembung. Dua Strain Gauge yang
terpasang berbalikan akan memberikan respon pada perubahan panjang kolom secara
proporsional.
Dua Strain Gauge yang terletak di
sisi yang lain merespon perubahan kolom saat mengalami keadaan
“gendut/gembung”. Panjang pada sepasang Strain Gauge memendek, diameter
kawatnya membesar dan hambatannya berkurang. Sementara sepasang yang lain jadi
memanjang, diameter kawatnya mengecil dan hambatannya bertambah.
Jika posisi beban digantung pada
bagian bawah kolom, kolom akan mengalami gaya tarik. Kolom dan Strain gauge
akan merespon kebalikan dari respon diatas tetapi Strain Gauge tetap memanjang
dan memendek dengan respon yang sama seperti respon diatas. Lihat gambar
dibawah.
Strain Gauge kita sambung dengan
konfigurasi Jembatan Wheatstone. Dan kita kalibrasi Amp Meter untuk membaca
dalam “Kg” bukan dalam Aampere. Katakanlah kita buat seperti layaknya
timbangan. Sebuah timbangan yang kasar dan tidak akurat. Percobaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui prinsip dasar Load Cell. Load Cell dibuat dalam
berbagai bentuk dan konfigurasi. Strain Gauge dipakai untuk mendapatkan
gambaran penuh.
7. Teori Kelistrikan Load Cell
Jembatan Wheatstone yang tersusun
seperti gambar diatas merupakan diagram sederhana load cell.
Resistor yang bertanda T1 dan T2 merupakan Strain Gauge yang
menerima gaya tarik (Tension) saat load cell menerima
beban. Sedangkan resistor yang bertanda C1 dan C2 adalah Strain Gauge yang
menerima gaya tekan (Compression) ketika load cell dibebani.
Titik +In dan –In mengacu pada
+Excitation(+Exc) dan –Excitation(-Exc). Melalui titik/terminal inilah tegangan
sumber diberikan oleh Indikator timbangan digital. Pada umumnya, tegangan
excitation bernilai 10VDC dan 15VDC bergantung pada indikator dan Load
Cell yang dipakai. Titik +Out dan –Out mengacu pada +Signal(+Sig) dan
–Signal(-Sig). Sinyal yang diperoleh Load Cell dikirim
ke Indikator melalui signal input untuk selanjutnya diproses
sebagai nilai berat dan ditampilkan di layar digital indikator.
Ketika Load Cell menerima
beban, Strain Gauge C1 dan C2 mengalami gaya tekan. Kawatnya memendek dan
diameternya membesar, sehingga nilai resistan C1 dan C2 membesar. Sebaliknya,
Strain Gauge T1 dan T2 mengalami gaya tarik, kawatnya memanjang dan diameternya
mengecil sehingga nilai resistan nya membesar. Perubahan nilai resistan ini
menyebabkan arus yang melewati C1 dan C2 lebih besar dibanding arus yang lewat
pada t1 dan T2. Dan terjadilah beda potensial pada titik output atau signal Load
Cell.
Mari kita lihat arus yang mengalir
pada Load Cell. Arus listrik di supply indicator melalui
titik –In dan mengalir melalui C1, -Out dan kembali lagi ke Indikator. Dari indicator,
arus mengalir melalui +Out, melewati C2 dan kembali ke Indikator dititik
+In. Untuk mengetahui total arus yang mengalir, kita perlu mengukur arus
internal pada rangkaian pembaca signal di Indikator. Tetapi karena
Impedansi internal indicator sangatlah tinggi, arus yang menglir menjadi sangat
kecil dan kita bisa mengabaikannya.
Terdapat beda potensial antara –In
dan +In, sehingga ada juga arus yang mengalir melewati –In, melalui T2 dan C2
kembali ke +In. Arus yang mengalir pada rangkaian sebagian besar berada pada
sisi parallel ini. Resistor yang terpasang seri berfungsi sebagai kompensasi Load
Cell terhadap temperatur, Zero dan linearitas.
Selanjutnya kita lihat dalam aturan
matematis untuk membantu anda memahami kondisi Load Cell saat
seimbang dan tidak seimbang.
Gantilah Ammeter dengan Voltmeter
sebagai pengganti display Indikator, sambungkan pada titik +Sig dan
–Sig, yang melambangkan signal positif dan negatif. Baterai bertegangan 10V
melambangkan supply tegangan dari indicator yang akan membuat Load cell bekerja.
Resistorr yang ada melambangkan Strain Gauge sebagai
pengganti Load Cell.
Resistansi semua Strain
Gauge tetap sama selama tidak ada beban yang diterima Load
Cell.Tegangan drop pada titik 1 dan 2 bisa kita hitung menggunakan Hukum
Ohm. Setiap cabang mempunyai resistan 350Ω + 350Ω = 700Ω. Arus yang mengalir
tiap cabang adalah tegangan ditiap cabang dibagi resistan setiap cabang.
IR1 + R2 = ER1 + R2
IR3 + R4= ER3 + R4
R1 +
R2
R3 + R4
= 10V
= 10V
700Ω
700Ω
= 14.3
mA
= 14.3 mA
Untuk menghitung tegangan pada titik
1, gunakan Hukum Ohm
ER3 = IR3R3
= 14.3mA x 350Ohm
= 5V
Tegangan pada titik 2 juga 5Volt
karena semua resistornya sama. Tidak ada beda potensial antara titik 1 dan 2,
dan inilah kondisi dimana Indikator kita menunjukkan Nola tau Zero.
Sekarang, berikan beban pada load
cell sehingga R1 dan R4 mengalami gaya tarik dan resistan nya
membesar, sedangkan R2 dan R3 mengalami gaya tekan sehingga resistan nya
mengecil, seperti terlihat pada gambar berikut.
Catatan: Resistan total setiap
cabang tetap 700Ω sehingga arus yang mengalir disetiap cabang tetap 14.3mA
Dalam kondisi demikian, terjadi beda
potensial antara titik 1 dan 2 dan tertampil pada voltmeter/indicator.
Mari kita hitung besarnya beda
potensial tersebut. Untuk mengukur tegangan di titik1, ukurlah terlebih
dahulu tegangan drop pada R3. Sebagaimana kita ketahui, arus yang melewati R3
adalah 14.3mA.
ER3 = IR3(R3)
= 0.0143A(349.5Ω)
= 4.9979V
Dan untuk mengetahui tegangan
dititik 2, hitunglah dahulu tegangan drop pada R1. Ingat, arus yang melewati R1
adalah 14.3mA.
ER1 = IR1(R1)
= 0.0143A(350.5Ω)
= 5.0122V
Beda potensial pada titik 1 dan 2 adalah
selisih ER3 dan ER1 yaitu 0.143V atau 14.3mV
Disini terlihat rangkaian menjadi
tidak seimbang dan terjadi beda potensial pada rangkaian sebesar 14.3mV. Indikator dikalibrasi
sedemikian rupa sehingga sedikit perubahan pada milivolt akan diterjemahkan perubahan
pembacaan pada pengukuran berat.
Seperti yang pernah kita bahas,
semestinya Indikator akan memakan arus, tetapi karena
tingginya resistan internal Indikator, kita bisa mengabaikannya dan hal ini
tidak mempengaruhi kinerja Load Cell.
8. Sambungan/Pengawatan
Pada umumnya, kabel pada Load
Cell berjumlah empat atau enam kabel. Untuk enam kabel Load
Cell, disamping mempunyai – dan + Signal maupun – dan + Excitation juga
memiliki jalur - dan + sense. Jalur sense ini tersambung pada jalur sense
Indikator yang berfungsi memonitor tegangan actual pada Load Cell,
dan mengirim balik ke Indikator untuk dianalisa apakah perlu
menambah atau menguatkan signal yang dikirim balik sebagai kompensasi daya
pada load cell.
Untuk membantu agar pemasangannya
tepat, kabel Load Cell memiliki kode warna tertentu. Data
sheet kalibrasi setiap Load Cell akan menyertakan juga kode
warna untuk penyambungan Load Cell.
9. Data Kalibrasi
Setiap Load Cell dilengkapi
dengan data kalibrasi atau sertifikat kalibrasi sebagai informasi tentang Load
Cell yang bersangkutan. Setiap data sheet harus cocok dengan nomor
seri, nomor model dan kapasitas. Informasi yang lain berupa karakteristik dalam
mV/V, tegangan Excitasi, non-linearity, hysteresis, zero
balance, input resistance, output resistance, efek temperature pada
output dan zero balance, insulation resistance dan cable
length. Kode warna untuk penyambungan juga disertakan.
10. Output
Hasil pengukuran load Cell selain
ditentukan oleh besarnya beban, juga ditentukan oleh besarnya tegangan
Eksitasi, dan karakteristik (mV/V) Load Cell itu sendiri.
Salahsatu karakteristik load Cell yaitu 3mV/V. Yang berarti
setiap satu volt tegangan Excitasi, pada saat Load Cell dibebani
maksimal akan mengeluarkan signal sebesar 3mV. Jika beban 100Kg diberikan
pada Load Cell kapasitas 100Kg dengan tegangan Excitasi 10V,
maka signal yang terkirim dari Load Cell tersebut adalah
sebesar 30mV. Demikian juga apabila dibebani 50Kg dengan tegangan Excitasi
tetap 10V, karena 50 Kg adalah setengah dari 100Kg maka keluaran Load Cell
menjadi 15mV.
Berikut salah satu contoh Sertifikat
kalibrasi Load Cell buatan RICE LAKE WEIGHING
SYSTEM-USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.